Ritual yang dialami dalam mimpi tentang penemuan kampung oleh Lantabi dikukuhkan menjadi ritual adat yang harus dilakukan dalam melaksanakan acara-acara adat di Katapang. Ritual mimpi yang tergambar adalah mereka di antar dengan sebuah ritual adat yaitu dengan menggunakan tampa siri yang diletakan diatas sebua loyang (baki) dan kain putih kemudian diiringi keliling pulau seram sampai di lokasi kampung Katapang sekarang. Ritual inilah yang sering dijadikan ritual adat tempo dulu yang dipakai pada kegiatan-kegiatan adat di katapang diantaranya, meminang seorang Kepala Kampung, Kepala Adat, Kepala Pemuda, Mengantar Tiang Alif Mesjid, hingga proses pinangan perempuan untuk menikah masih dilakukan proses adat ini.
Hasil yang selanjutnya yang disepakati adalah proses pengangkatan Kepala Kampung. Proses pengangkatan kepala kampung di katapang dilakukan berdasarkan cara pengangkatan Sultan Buton pada Kesultanan Buton yaitu sebuah kelompok adat (siolimbona) mengangkat seorang Sultan untuk memimpin Kesultanan Buton dari beberapa calon yang telah dipilih dari sebuah garis keturunan Kesultanan. Hal ini disetujui untuk diikuti dengan sebuah kesepakatan bahwa Akan Mengangkat Seorang Kepala Kampung Dari Keturunan La Aru yang diyakini dan teruji Bisa dan Mampu memimpin Katapang.
Hasil selanjutnya yang disepakati pada waktu itu adalah setiap pemuka-pemuka adat Kampung herus memiliki jiwa membangung, adil, menididik, menjadi teladan. Khusus untuk para pemimpin kampung atau pemuka-pemuka masyarakat diantaranya Kepala Kampung, Sekretaris, Imam, Modim, Ketua Adat, Kepala Pemuda dan pemuka kampung yang lain wajib memiliki pendamping atau menikah. Barang siapa yang belum menikah atau pernah menikah (cerai) tidak boleh diangkat sampai dia menikah kembali dan apabila telah diangkat dan bercerai baik dicerai atau ditinggal (pasangan meninggal) maka wajib baginya untuk mengundurkan diri dari jabatan yang dia pegang di dalam kampung.
Dalam kepemimpinan sdr. La Ambo, kondisi kampung dan masyarakat lebih baik dari pemimpin-pemimpin sebelumnya, sehingga tidak lagi terjadi pergantian kepala kampung pada saat itu sampai belian meninggal sekitar tahun 1930an. Sepeninggalan La Ambo Katapng dipimpin oleh amhaknya yakni Mauhamad Noer Bin La Ambo dan menjadi tokah penjuang kemerdekaan yang terlupakan oleh pemerintah. Dibawah kepemimpinan Muhamad Noer menjadi masa-masa sulit di Katapang karena merupakan masa kebangkitan Indonesiasecarah nasional. Sebagai pemimpin kampung dan tokoh perintis kemerdekaan beliau berjuang dan menggerakan mesyarakatnya sebagai pejuang kemerdekaan untuk melawan penjajah belanda di Pulau Seram sampai pada perlawanan masyarakat terhadap gerombolan-gerombolan yang ingin memisahkan diri dari Negara Indonesi yang saat itu dikenal dengan Baret atau RMS. Tahun 1950 sebagian kampung katapang dibakar oleh gerombolan dan terjadi pembunuhan orang tua-tua dalam kampung. Kesemuanya ini terjadi dalam kepemimpinan Muhamad Noer hingga beliau ditangkap dan diseret menggunakan mobil dari Katapang ke Piru dan dibunuh di daerah Hunimua Negeri Liang.
Pada tahun 1950 Muhamad Noer meninggal dunia lalu pemuka kampung mengankat saudaranya Taher Bin La Ambo (1950-1978) untuk mengganti kepemimpinannya. Tiga belas tahun memimpin Katapang sejak pengangkatannya pada tahun 1950 Taher Bin La Ambo kemudian diangkat secara resmi oleh Kepala Pemerintahan Setempat (KPS) Seram Barat di Piru dengan surat keputusan tanggal 10 Agustus 1963 Nomor 10.
Kepala kampung katapang Teher bin La Ambon pernah menduduki jabatan dalam kepengurusan Latupati Kecamatan Seram Barat. Beliau diangkat menjadi Bendahara Latupati Kecamatan Seram Barat. Selain itu hal yang sama juga terjadi pada masa pemerintahan Hasan Sangaji. Hasan Sangaji juga diangkat dalam kepengurusan Latupati Seram Barat yang berkantor di Piru sebagai Bendahara Latupati Kecamatan Seram Barat.
Kampung Katapang sendiri pada saat itu dikalangan masyarakat lebih sering menyebutnya dengan nama Katapang Miring oleh karena pohon Katapang yang menjadi tempat perteduhan awal sebelum menjadi kampung tersebut miring ke arah pantai. Hal inilah yang menjadikan Kampung Katapang lebih dikenal dengan nama Katapang Miring pada saat itu hingga datangnya penjajah belanda. Kemudian nama tersebut bertahan hingga tahun 1960-an saat pemerintahan kecamatan Seram Barat kabupaten Maluku Tengah mulai diaktifkan oleh pemerintah Maluku pasca kemerdekaan.
SepeninggalanTaher Bin La Ambo pada tahun 1978 beliau digantikan oleh saudara sepupunya yang juga merupakan keturunan dari La Aru yaitu Hasan Sangadji (1978-1997). Hasan Sangadji kemudian diangkat sebagai Kapala Kampung Katapang dan kemudian mengutip sejarah terbentuknya Kampung Katapang dan setelah beliau meninggal pada tahun 1997 lalu digantikan oleh Syukur La Isa tahun 1997-2001 kemudian digantikan oleh Ahmad Bin Usman 2001-2006 kemudian digantikan oleh Arsat Bin Muhamad Noer tahun 2006 sampai sekarang.