Monday, January 25, 2021

Terbentuknya Kampung Katapang part - 5

 

Setiap hari mereka mengadakan pertemuan dan akhirnya mendapat sebuah hasil yakni mengankat orang atau keturunan orang yang pertama kali membuat rumah di Katapang. Setelah menyepakatinya kemudian diinformasikan kepada masyarakat sehingga di sekitar tahun 1885 La Ambo anak dari La Aru yang pertama kali membuka Kampung Katapang diangkat menjadi kepala kampung Katapang yang kelima. La Ambo diangkat oleh masyarakat sekaligus disetujuai oleh Konterlur Van Keken (Pemerintah Belanda) yang berkedudukan di Piru dan berada langsung dibawah Konterlur sebagai kepala Pemerintahan Seram Barat di Piru. La Ambo menjadi kepala Kampung resmi dari tahun 1922 yang diangkat oleh pemerintah belanda sampai ia meninggal pada sekita tahun 1930. Melihat perkembangan kampung katapang dibawah kepemimpinan La Ambo yang damai dan membawa ketenangan sejak tahun-ke tahun membuat para pemuka (orang tua-tua) kampung membuat sebuat pertemuan untuk membahas aturan-aturan adat demi terpeliharanya kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari di katapang. Adapun beberapa hasil dari pertemuan itu tiga diantaranya adalah :


Ritual yang dialami dalam mimpi tentang penemuan kampung oleh Lantabi dikukuhkan menjadi ritual adat yang harus dilakukan dalam melaksanakan acara-acara adat di Katapang. Ritual mimpi yang tergambar adalah mereka di antar dengan sebuah ritual adat yaitu dengan menggunakan tampa siri yang diletakan diatas sebua loyang (baki) dan kain putih kemudian diiringi keliling pulau seram sampai di lokasi kampung Katapang sekarang. Ritual inilah yang sering dijadikan ritual adat tempo dulu yang dipakai pada kegiatan-kegiatan adat di katapang diantaranya, meminang seorang Kepala Kampung, Kepala Adat, Kepala Pemuda, Mengantar Tiang Alif Mesjid, hingga proses pinangan perempuan untuk menikah masih dilakukan proses adat ini.

Hasil yang selanjutnya yang disepakati adalah proses pengangkatan Kepala Kampung. Proses pengangkatan kepala kampung di katapang dilakukan berdasarkan cara pengangkatan Sultan Buton pada Kesultanan Buton yaitu sebuah kelompok adat (siolimbona) mengangkat seorang Sultan untuk memimpin Kesultanan Buton dari beberapa calon yang telah dipilih dari sebuah garis keturunan Kesultanan. Hal ini disetujui untuk diikuti dengan sebuah kesepakatan bahwa Akan Mengangkat Seorang Kepala Kampung Dari Keturunan La Aru yang diyakini dan teruji Bisa dan Mampu memimpin Katapang.

Hasil selanjutnya yang disepakati pada waktu itu adalah setiap pemuka-pemuka adat Kampung herus memiliki jiwa membangung, adil, menididik, menjadi teladan. Khusus untuk para pemimpin kampung atau pemuka-pemuka masyarakat diantaranya Kepala Kampung, Sekretaris, Imam, Modim, Ketua Adat, Kepala Pemuda dan pemuka kampung yang lain wajib memiliki pendamping atau menikah. Barang siapa yang belum menikah atau pernah menikah (cerai) tidak boleh diangkat sampai dia menikah kembali dan apabila telah diangkat dan bercerai baik dicerai atau ditinggal (pasangan meninggal) maka wajib baginya untuk mengundurkan diri dari jabatan yang dia pegang di dalam kampung.

Dalam kepemimpinan sdr. La Ambo, kondisi kampung dan masyarakat lebih baik dari pemimpin-pemimpin sebelumnya, sehingga tidak lagi terjadi pergantian kepala kampung pada saat itu sampai belian meninggal sekitar tahun 1930an. Sepeninggalan La Ambo Katapng dipimpin oleh amhaknya yakni Mauhamad Noer Bin La Ambo dan menjadi tokah penjuang kemerdekaan yang terlupakan oleh pemerintah. Dibawah kepemimpinan Muhamad Noer menjadi masa-masa sulit di Katapang karena merupakan masa kebangkitan Indonesiasecarah nasional. Sebagai pemimpin kampung dan tokoh perintis kemerdekaan beliau berjuang dan menggerakan mesyarakatnya sebagai pejuang kemerdekaan untuk melawan penjajah belanda di Pulau Seram sampai pada perlawanan masyarakat terhadap gerombolan-gerombolan yang ingin memisahkan diri dari Negara Indonesi yang saat itu dikenal dengan Baret atau RMS. Tahun 1950 sebagian kampung katapang dibakar oleh gerombolan dan terjadi pembunuhan orang tua-tua dalam kampung. Kesemuanya ini terjadi dalam kepemimpinan Muhamad Noer hingga beliau ditangkap dan diseret menggunakan mobil dari Katapang ke Piru dan dibunuh di daerah Hunimua Negeri Liang.

Pada tahun 1950 Muhamad Noer meninggal dunia lalu pemuka kampung  mengankat saudaranya Taher Bin La Ambo (1950-1978) untuk mengganti kepemimpinannya. Tiga belas tahun memimpin Katapang sejak pengangkatannya pada tahun 1950 Taher Bin La Ambo kemudian diangkat secara resmi oleh Kepala Pemerintahan Setempat (KPS) Seram Barat di Piru dengan surat keputusan  tanggal 10 Agustus 1963 Nomor 10.

Kepala kampung katapang Teher bin La Ambon pernah menduduki jabatan dalam kepengurusan Latupati Kecamatan Seram Barat. Beliau diangkat menjadi Bendahara Latupati Kecamatan Seram Barat. Selain itu hal yang sama juga terjadi pada masa pemerintahan Hasan Sangaji. Hasan Sangaji juga diangkat dalam kepengurusan Latupati Seram Barat yang berkantor di Piru sebagai Bendahara Latupati Kecamatan Seram Barat.

Kampung Katapang sendiri pada saat itu dikalangan masyarakat lebih sering menyebutnya dengan nama Katapang Miring oleh karena pohon Katapang yang menjadi tempat perteduhan awal sebelum menjadi kampung tersebut miring ke arah pantai. Hal inilah yang menjadikan Kampung Katapang lebih dikenal dengan nama Katapang Miring pada saat itu hingga datangnya penjajah belanda. Kemudian nama tersebut bertahan hingga tahun 1960-an saat pemerintahan kecamatan Seram Barat kabupaten Maluku Tengah mulai diaktifkan oleh pemerintah Maluku pasca kemerdekaan.

SepeninggalanTaher Bin La Ambo pada tahun 1978 beliau digantikan oleh saudara sepupunya yang juga merupakan keturunan dari La Aru yaitu Hasan Sangadji (1978-1997). Hasan Sangadji kemudian diangkat sebagai Kapala Kampung Katapang dan kemudian mengutip sejarah terbentuknya Kampung Katapang dan setelah beliau meninggal pada tahun 1997 lalu digantikan oleh Syukur La Isa tahun 1997-2001 kemudian digantikan oleh Ahmad Bin Usman 2001-2006 kemudian digantikan oleh Arsat Bin Muhamad Noer tahun 2006 sampai sekarang.

Sunday, January 24, 2021

Terbentuknya Kampung Katapang part - 4

 B. Pemerintahan di Katapang

 


Setelah beberapa tahun menjalani kehidupan di katapang (katapang miring) masing-masing mereka telah membuat perkebunan dan lahan untuk bercocok tamam. Waktu ke waktu hidup di Katapang dan semakin hari semakin ramai karena setiap perantau yang singgah selalu punya keinginan untuk tinggal. Hal ini membuat daerah katapang semakin hari semakin ramai. Sekitar tahun 1865 ketika Katapang sudah ramai dimana rumah penduduk semakin banyak, timbul berbagai gejolak dalam kampung. Masyarakat hidup sendiri-sendiri tanpa ada suatu garis komando yang jelas, kondisi ini membuat kehidupan masyarakat masing-masing mempertahankan perndapat hidupnya sehingga sering terjadi percecokan di antara mereka.

Melihat kondisi tersebut pemuka-pemuka (orang tua-tua) kampung kemudian mengadakan rapat dan sepakat untuk mengangkat seorang pimpinan untuk memimpin masing-masing kelompok atau suku yang ada dikatapang. Kemudian masing-masing suku dikatapang mengangkat seorang pemuka mereka yang akan memimpin dan membina mereka. Keputusan ini awalnya sangat baik dan berlangsug kurang lebih lima tahun sejak tahun 1865-1870. Tahun 1870 masyarakat mulai hidup berkelompok, sifat dan sikap kesukuan mulai muncul hingga tidak jarang terjadi kesalah pahaman diantara masing-masing suku. Kejadian ini tidak ingin dibiarkan berlarut dan karena kejadian inilah pemuka-pemuka adat kampung kemudian berkumpul untuk membahas kepemimpinan kapmpung lalu menyepakati akan mengangkat seorang kepala kampung atau pemimpin kampung. Setelah kesepakatan dibuat dan sosialisasikan ke masyarakat timbul tanda  tanya tentang figure siapa yang nantinya diangkat menjadi kepala kampung. Para pemuka-pemuka kampung kemudian berkumpul untuk membicarakan siapa yang akan dijadikan pimpinan Katapang yang pertama lalu disepakati bahwa siapa yang menemukan tempat pertama kali dialah atau keturunannyalah yang berhak menjadi pimpinan di Katapang.

Pada akhirnya La Anuba (1872-1877) yang merupakan anak dari La Ode Ito yang diangkat menjadi pimpinan kampung Katapang yang pertama. Awal kepemimpinannya kehidupan masyarakat menjadi teratur dan aman tentran namun lama-kelamaan timbul lagi gejolak dalam kampung sama halnya dengan kondisi masyarakat sebelum adanya seorang pimpinan kampung.

Melihat kondisi ini kemudian pemuka-pemuka kampung mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi kinerja kepala kampung pada saat itu dan sepakat untuk menggantikan beliau demi terciptanya kondisi masyarakat yang aman dan tentram. Akhirnya La Dabai tahun 1877-1890 yang juga anak dari La Ode Ito diangkat menjadi kepala kampung namun dibawah kepemimpinannya kondisi kampung sama halnya dengan pimpinan kampung yang pertama. Kemudian terjadi lagi penggantian kepala kampung tahun 1890-1898 yakni anak dari Lantabi. Namun kondisi kampung tetap sama dengan sediakala. Kamudian pemuka kampung bersepakat untuk mengangkat kepala kampung dari masyarakat yang belum terlalu lama menetap. Hal ini dilakukan karena dari Lantabi dan La Ode Ito tidak bersedia lagi untuk diangkat menjadi kepala atau pemimpin dalam kampung.

Kemudian La Santari (1898-1905) diangkat menjadi kepala kampung ke empat. dalam kepemimpinan sdr. Lasantari kondisi masyarakat dan kampung tidak lebih baik dari ketiga pimpinan sebelumnya. Kondisi masyarakat semakin kacau dan tidak terkendali. Berbagai macam tindakan kekacauan selalu terjadi seakan tidak ada arah pijak bagi masyarakat. Para pemuka kampung mulai cemas akan kondisi kampung yang semakin hari semakin tidak terkendali. Setiap pimpinan yang diangkat selalu saja sama tidak membawa perubahan yang baik bagi kampung dan masyarakat. Puncaknya La Santari di ditangkap oleh dan dikurung oleh pemerintah belanda di piru dan usir oleh masyarakat Katapang karena kesalahan yang dilakukan tidak bisa diterma oleh masyarakat. Hal selalu menjadi pembahasan dalam pertemuan pemuka-pemuka kampung. Pada suatu saat mereka sepakat untuk mencarikan pengganti La Santari. Namun kali ini berbeda dengan biasaya karena mereka tidak ingin lagi gegabah dalam mencari dan mengangkat pimpinan dalam kampung.

Bersambung :

Monday, January 11, 2021

Terbentuknya Kampung Katapang part - 3

 Sejarah Katapang Part - 3


Pertengahan tahun 1852 sebuah kapal (kora-kora) yang bersal dari kesultanan buton berlayar menuju timur Indonesia yang di tumpangi 7 orang pemuda diantara mereka salah satunya adalah La Aru dan merupakan orang yang pertama turun dari kora-kora beliau meminta untuk diturunkan di ujung pulau seram tepatnya di daerah tanjong Halulu (labuang). 
 
La Aru merupakan anak keturunan kesultanan buton yang pernah datang ke daerah ini dalam membantu Kerajaan Huamual berperang melawan para penjajah yakni bangsa Portugis dan belanda sekeligus penyebaran agama islam sejak tahun 1560 hingga 1802. Atas arahan dari orang tua beliau kemudian La Aru memilih untuk tinggal di lokasi tesebut. Tempat tinggal beliau yang pertama adalah lokasi tanjung halulu. Setelah beberapa hari beliau tinggal dilokasi tersebut, pada suatu hari dalam kondisi air laut surut beliau mencari ikan sampai keujung pasir putih kemudian beliau melihat kearah selatan. Saat itu beliau melihat hamparan pasir putih (meti) yang sangat besar, lalu beliau berjalan menuju hamparan pasir putih tersebut. Karena terharu dengan lokasi yang baru saja beliau lihat beliaupun berjalan ketepi pantai dan berteduh disebuah pohon yakni pohon katapang yang sebelumnya telah diberitanda oleh empat orang perantau yang juga asal Pulau Buton. Beliaupun berteduh dibawah pohon tersebut, perasaan beliau yang semakin hari semakin nyaman menumbuhkan keinginan dalam hati untuk membangun tempat tinggal di lokasi itu. Kemudian beliau berdiri di atas pohon ketapang dan melihat sekeliling wilayah. Setelah melihat-lihat lokasi sekitar, semakin manambah keinginan beliau untuk mendirikan tempat tingal di lokasi ini.

Sambil duduk dan mengolah hasil yang baru saja diambil dari pantai tidak disangka hari sudah semakin gelap. Kemudian beliau mengambil sebuah kerang (kuli biah) dan satu biji buah bintanggor. Buah bintanggor tersebut beliau kupas dan dimasukan kedalam kulit kerang sambil menunggu hari semakin gelap. Setelah itu beliau membersihkan lokasi sekitar pohon untuk tidur. Sebelum tidur biji bintanggor tadi beliau bakar sebagai pelita penerang tidur. Saat membakar biji bintanggor sebagai pelita tadi beliau berjanji, kalau seandainya pelita tersebut tidak padam sampai siang, berarti tempat itu akan belian jadikan perkampungan, tapi kalu sampai siang saat ia terbangun pelita tadi sudah padam berarti beliau tidak akan mendirikan perkampungan di lokasi ini. Setelah mengucapkan janji tersebut barulah beliau tidur.

Ketika terbangun di pagi hari terlihat pelita yang semalam dinyalakan masih tetap menyala walau semalam ada sebuah perasaan cemas dalam hati karena angin bertiup kencang. Melihat pelita yang dibakar tidak padam sampai pagi beliaupun bergegas mengambil semua perlengkapan beliau yang diletakan ditempat tinggalnya yang pertama. Kemudian beliau membuat rumah kecil dibawah pohon ketapang yang batang pohonnya agak miring kearah pantai. Lokasi tempat rumah beliau persis berada diatas lokasi yang telah diberi tanda oleh perantau sebelum beliau. Beberapa bulan mendiami tempat tersebut kemudian awal tahun 1853 La Aru berangkat ke pulau buton dan Ternate untuk mengambil istri dan beberapa orang keluarga yang masih merupakan keturunan pendahulu mereka yang pernah datang di daerah ini melawan bangsa potugis. Istri beliau Saadia adalah seorang perempuan keturuan Kesultanan Ternate yang merupakan turunan pemegang kekuasaan dan dihormati di Kesultanan Ternate. Ketika kembali yang bersama La Aru bukan hanya istri beliau tetapi juga beberapa orang keluarga beliau. Kemudian mereka mendirikan rumah dan berkebun. Saat itu baru sekitar empat buah rumah yang dibangun dan berpenghuni.

Beberapa bulan mereka tinggal barulah informasi ini sampai pada keempat perantau tadi yang sebelumnya telah memberi tanda tepat dimana La Aru dan keluarga tinggal. Karena mendenganr tempat yang mereka tandai sudah dibangun perkampungan, maka mereka berempat berniat untuk meninggalkan tempat tinggal mereka dan pindah ke lokasi baru di daerah pohon katapang. Sampai di Katapang kemudian mereka bertemu La Aru dan bercerita perjalanan mereka dan niat mereka untuk bermukim bersama-sama dengan La Aru. Dengan senang hati La Aru menerima mereka dan bersama sama membangun Katapang.

Friday, January 8, 2021

Cara Mudah Merubah File Pdf Ke JPG

Kebingungan juga kita, ketika meminta file aatau dokumen format JPG malah di kasikan format pdf, terlebih lagi jika jaringan tidak memungkinkan untuk mengubah file tersebut dengan aplikasi online, tentu banyak aplikasi online yang dapat kita manfaatkan untuk mengatasi masalah ini, namun agak kerepotan juga, kalau jaringan internet di daerah kita lola bangat, tentu akan membuat kita bete dan emosian.

Tenang dulu teman-teman, saya punya solusi kecil untuk mengatasi masalah kalian. asalkan kalian punya program atau aplikasi adobe photosop di PC kalian berarti hal ini sangat mudah dilakukan.

ayo kita mulai saja permainnannya, hehehe

Langkah pertama adalah

Tentukan file mana yang ingin kalian rubah formatnya dari PDF ke JPG

Kedua

Klik Kanan Pada file tersebut kemudian sorotkan kursor ke Open With dan pilih photosope seperti pada gambar di bawah ini :


setelah itu akan muncil seperti pada gambar di bawah ini :


akan muncul seperti gambar di atas apa bila FILE PDF kita lebih dari satu halaman, pilih halaman mana yang akan di rubah menjadi file JPG kemudian klik ok.


bila muncul gambar seperti ini, kita diminta untuk menyesuaikan ukuran dan resolusinya, penting untuk kita menentukan resolusinya, sekitar 150 sampai 250 pixel aja..


bila filenya sudah terbuka di photosope tinggal simapan dan klik type filenya ke JPG dan oke. 


demikian ya tipsnya. semoga bermanfaat..