Sejarah Katapang Part - 3
Pertengahan tahun 1852 sebuah kapal (kora-kora) yang bersal dari
kesultanan buton berlayar menuju timur Indonesia yang di tumpangi 7 orang
pemuda diantara mereka salah satunya adalah La Aru dan merupakan orang
yang pertama turun dari kora-kora beliau meminta untuk diturunkan di ujung
pulau seram tepatnya di daerah tanjong Halulu (labuang).
La Aru merupakan anak keturunan kesultanan buton yang pernah
datang ke daerah ini dalam membantu Kerajaan Huamual berperang melawan para
penjajah yakni bangsa Portugis dan belanda sekeligus penyebaran agama islam sejak tahun 1560 hingga 1802. Atas arahan dari orang tua
beliau kemudian La Aru memilih untuk tinggal di lokasi tesebut. Tempat
tinggal beliau yang pertama adalah lokasi tanjung halulu. Setelah beberapa hari beliau
tinggal dilokasi tersebut, pada suatu hari dalam kondisi air laut surut beliau
mencari ikan sampai keujung pasir putih kemudian beliau melihat kearah selatan.
Saat itu beliau melihat hamparan pasir putih (meti) yang sangat besar, lalu
beliau berjalan menuju hamparan pasir putih tersebut. Karena terharu dengan
lokasi yang baru saja beliau lihat beliaupun berjalan ketepi pantai dan
berteduh disebuah pohon yakni pohon katapang yang sebelumnya telah diberitanda oleh empat orang perantau
yang juga asal Pulau Buton. Beliaupun berteduh dibawah pohon tersebut, perasaan
beliau yang semakin hari semakin nyaman menumbuhkan keinginan dalam hati untuk
membangun tempat tinggal di lokasi itu. Kemudian beliau berdiri di atas
pohon ketapang dan melihat sekeliling wilayah. Setelah melihat-lihat lokasi
sekitar, semakin manambah keinginan beliau untuk mendirikan tempat tingal di lokasi
ini.
Sambil duduk dan mengolah hasil yang baru saja diambil dari pantai tidak
disangka hari sudah semakin gelap. Kemudian beliau mengambil sebuah kerang
(kuli biah) dan satu biji buah bintanggor. Buah bintanggor tersebut beliau
kupas dan dimasukan kedalam kulit kerang sambil menunggu hari semakin gelap.
Setelah itu beliau membersihkan lokasi sekitar pohon untuk tidur. Sebelum tidur
biji bintanggor tadi beliau bakar sebagai pelita penerang tidur. Saat membakar
biji bintanggor sebagai pelita tadi beliau berjanji, kalau seandainya pelita
tersebut tidak padam sampai siang, berarti tempat itu akan belian jadikan
perkampungan, tapi kalu sampai siang saat ia terbangun pelita tadi sudah padam
berarti beliau tidak akan mendirikan perkampungan di lokasi ini. Setelah mengucapkan janji tersebut
barulah beliau tidur.
Ketika terbangun di pagi hari terlihat pelita yang semalam dinyalakan
masih tetap menyala walau semalam ada sebuah perasaan cemas dalam hati karena
angin bertiup kencang. Melihat pelita yang dibakar tidak padam sampai pagi
beliaupun bergegas mengambil semua perlengkapan beliau yang diletakan ditempat
tinggalnya yang pertama. Kemudian beliau membuat rumah kecil dibawah pohon
ketapang yang batang pohonnya agak miring kearah pantai. Lokasi tempat rumah
beliau persis berada diatas lokasi yang telah diberi tanda oleh perantau
sebelum beliau. Beberapa bulan mendiami tempat tersebut kemudian awal tahun 1853 La Aru berangkat ke pulau buton dan Ternate untuk
mengambil istri dan beberapa orang
keluarga yang masih merupakan
keturunan pendahulu mereka yang pernah datang di daerah ini melawan
bangsa potugis. Istri beliau Saadia adalah seorang perempuan keturuan
Kesultanan Ternate yang merupakan turunan pemegang kekuasaan dan dihormati di
Kesultanan Ternate. Ketika kembali yang bersama La Aru bukan hanya istri beliau
tetapi juga beberapa orang keluarga beliau. Kemudian mereka mendirikan rumah
dan berkebun. Saat itu baru sekitar empat buah rumah yang dibangun dan
berpenghuni.
Beberapa bulan mereka tinggal barulah informasi ini
sampai pada keempat perantau tadi yang sebelumnya telah memberi tanda tepat
dimana La Aru dan keluarga tinggal. Karena mendenganr tempat yang mereka
tandai sudah dibangun perkampungan, maka mereka berempat berniat untuk
meninggalkan tempat tinggal mereka dan pindah ke lokasi baru di daerah pohon
katapang. Sampai di Katapang kemudian mereka bertemu La Aru dan
bercerita perjalanan mereka dan niat mereka untuk bermukim bersama-sama dengan La
Aru. Dengan senang hati La Aru menerima mereka dan bersama sama membangun
Katapang.
No comments:
Post a Comment
Sampaikan Komentar Anda